GELORAKAN.COM, -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan saat ini telah tercatat ada 60 negara yang akan mengalami krisis utang. Salah satu negara yang sudah mengalaminya lebih dulu adalah Sri Lanka.
"Saat ini lebih dari 60 negara diperkirakan dalam situasi debt distress atau kondisi keuangan dan utangnya dalam kondisi distress yang kemungkinan dia bisa memicu krisis utang, maupun krisis keuangan, atau krisis ekonomi," kata Sri Mulyani dalam acara Leaders Talk Series #2 bertajuk Indonesia Energy Investment Landscape, seperti dikutip liputan6 Rabu (26/10).
Terjadinya potensi krisis utang yang disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya dampak dari pandemi covid-19 yang hingga kini belum berakhir, kemudian diperparah dengan perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan krisis pangan dan energi, serta menimbulkan lonjakan inflasi di mana-mana.
"Dengan pemulihan ekonomi yang sangat cepat, dunia dihadapkan masalah rantai pasok supply-nya tidak mampu mengikuti permintaan, maka muncullah tekanan harga-harga atau inflasi. Diperparah dengan terjadinya perang saat ini," ujar Menkeu.
Kondisi tersebut membuat negara maju merespon dengan mengubah arah kebijakan moneternya, seperti Amerika Serikat yang menaikkan suku bunga acuan, dan menimbulkan gejolak besar di pasar keuangan sehingga dolar melemahkan mata uang negara lain.
"Kalau otoritas moneter di AS menaikkan suku bunga dan kenaikan likuiditas, menyebabkan penguatan dari dolar luar biasa. Ini menimbulkan dampak yang harus dilihat. Kondisi ini yang kemudian menimbulkan tekanan yang makin besar," ungkapnya.
Dia menyebut prospek ekonomi global yang diprediksi gelap oleh Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) bukan menakut-nakuti, tapi bentuk suatu kewaspadaan. Kendati begitu, tahun depan Indonesia diperkirakan masih bisa menjaga pertumbuhan ekonominya, mungkin di sisi lain tekanan akan muncul bertubi-tubi karena seperti apa yang disampaikan IMF bahwa tahun 2023 akan gelap.
"Itu yang disebutkan gelap, kalau saya mengatakan begitu Saya dianggap menakut-nakuti, tapi sebetulnya enggak, hanya ingin menyampaikan bahwa resiko itu sangat ada dan oleh karena itu kita harus waspada," pungkasnya. (GLR/sbn)
[sumber : Liputan6]