GELORAKAN.COM, Shanghai, -- salah satu kota bisnis utama di pantai timur Tiongkok baru saja dinyatakan lockdown, ditengah optimisme negara dan kota lain dunia yang baru saja merasa 'sembuh' dan memulai aktifitas pasca Covid19
Namun lockdown kali ini bukan disebabkan utamanya karena Covid19, tapi merupakan desain aksi balasan terhadap barat. Siapa otaknya? China-Rusia. "It's beyond pandemic issues". Tujuannya? Menghantam Amerika Serikat dan sekutunya.
Sebelum lebih jauh, kita kuak data tentang Shanghai.
Ada lebih dari 800 perusahaan multi-nasional memiliki kantor pusat regionalnya di Shanghai. Dari 800, terdapat 121 yang masuk perusahaan 500 fortune global. Di dalamnya terdapat Apple, Qualcomm, General Motors dan Pepsi.
Lebih dari 70.000 perusahaan luar negeri juga memiliki kantor di Shanghai. 24.000 di dalamnya adalah perusahaan Jepang.
Penghentian operasi pabrik Tesla di Shanghai dikarenakan 'lockdown' telah menyebabkan kerugian senilai 40.000 unit mobil listrik. Belum termasuk Volkswagen dan General Motors yang juga punya pabrik di Shanghai.
Kerugian besar-besaran juga harus ditelan Ford yang memiliki pusat desain untuk pasar global di Shanghai. Apple, berikut perusahaan suppliernya seperti Pegatron serta TSMC (penghasil semiconductor, otak dari semua gawai dan komputer yang digunakan manusia), juga berhenti karena lockdown.
Jangan lupa, perusahaan farmasi raksasa AstraZeneca juga memiliki pusat R&D di Shanghai. Dermaga Shanghai juga merupakan dermaga kontainer terbesar di dunia, dimana 47 juta lalu lintas kontainer terjadi setiap tahunnya.
Lockdown pelabuhan Shanghai sebulan saja akan membuat terhentinya arus 4 juta kontainer. Jalur perdagangan utama dunia akan lumpuh.
Perang Rusia-Ukraina bukanlah perang biasa. Bagi Putin, perang ini adalah perang eksistensi. Amerika tidak akan membiarkan Rusia hidup lebih lama, karena itulah Rusia harus mempertahankan hidupnya.
Bagi Amerika dan Eropa, perang ini juga terkait gangguan permanen Rusia di kawasan dan karena itulah juga Putin harus disingkirkan. Jika yang terjadi perang eksistensi, maka biasanya lama alias berlarut.
Dari kejauhan, China melihat pertarungan ini sebagai peluang mengakhiri Amerika. Mereka juga ingin mengakhiri dominasi barat. Dan kepentingan China seirama dengan rencana Putin.
Perang eksistensi wujud nyatanya adalah perang ekonomi. Amerika dan Euro tidak akan bertempur di medan perang. Paling jauh yang mereka lakukan adalah bantuan senjata dengan membuka kran anggaran.
Shanghai lockdown adalah etape kecil dari tahapan strategi besar China-Rusia untuk meruntuhkan Amerika. Caranya? Rantai pasok global diputus. Amerika dan sekutunya terancam stagflasi.
Apa itu STAGFLASI?
Stagnasi adalah kondisi perekonomian dimana pertumbuhan ekonomi rendah (sampai minus) bersamaan dengan inflasi tinggi.
Semua negara yang sedang bangkit dari krisis akibat pandemi, mengalami kenaikan harga (inflasi). Hal ini (dimana permintaan sedang tinggi) seharusnya mendorong industri untuk bergeliat lagi, dan seharusnya pertumbuhan ekonomi juga mulai naik dan membaik.
Faktanya: faktor X yaitu perang Rusia-Ukraina + kondisi ekonomi China belum membaik akibat pandemi (ditambah Shanghai lockdown) menyebabkan rantai pasok global (global supply chain) terganggu. Khususnya untuk energi (migas) dan bahan baku (komoditas), keduanya harga melambung.
Perekonomian tidak tumbuh sebagaimana seharusnya dan inflasi (kenaikan harga) justru terus menanjak. Dampaknya pengangguran meningkat, pendapatan masyarakat menurun.
Inilah yang disebut dengan stagflasi. Dan sekarang stagflasi mengancam UK dan US. Jika dua negara tersebut sudah masuk stagflasi maka perekonomian global akan dengan cepat mengikuti.
Semoga Indonesia bersiap dengan hantaman berikutnya setelah pandemi, dan pemerintah punya agenda prioritas. Agar tidak lagi Indonesia menjadi korban pertarungan para gajah, seperti yang terjadi dalam krisis-krisis ekonomi sebelumnya.
Diolah dari berbagai sumber.
@endykurniawan