Menu Atas

Pusaran Gelombang

Sri Handayani
| November 30, 2021 WIB Last Updated 2021-11-30T16:30:40Z
Dok foto: ilustrasi googgle


Oleh: Nandang Burhanudin 


Gelorakan.com, - Sekian puluh tahun menjadi aktivis salah satu partai politik, tak pernah sekalipun melihat ruang ~sekedar celah~ untuk menjadi partisipatoris di level KOKAB, Provinsi, apalagi nasional. 


Jenjang militeristik, top down, sami'na wa atha'na, tidak taat pecat, lalu menunggu antrian panjang, seiring dominasi kekuasaan dan akses, hanya dikangkangi segelintir elit (nukhbah) yang tak pernah bergeser dari Huwa Humaa Hum Hiya Humaa Hunna.


Kendati bergerak di ruang Demokrasi, namun aturan yang berlaku, sangat jauh dari nilai Demokrasi semisal: transparansi, akuntabilitas, evaluasi terbuka, dan jurdil. Jenjang alias marhalah itulah yang menjadi Maha. Adapun kualitas, kapasitas, hanya ada di ruang teori. Satu hal yang pasti, isi tas. 


Maka jangan aneh, bila praktik di lapangan, kalangan akar rumput ditekan untuk mengerahkan segenap potensi: waktu, tenaga, pikiran, dana, akses, anak keturunan. Sedang level pamen, sibuk menjadi direksi yang menjalankan titah para owner dan komisaris, yang tak pernah turun ke lapangan. 


Akhirnya bisa ditebak. Pada ramah taktis praktis, akar rumput dibenturkan dengan realitas yang tak seideal di lapangan. Perang batin. Rokok, joget, salaman pria wanita, jilbab, lagu, sogok menyogok demi pemenangan, adalah hal yang membuat akar rumput ragu. 


Namun dalih telah dibuat. Dalil telah dilayarkan. Panggung memanggung. Pikul memikul. Beban berat tak pernah sama dipikul. Beban ringan tak pernah sama dijinjing. Akar rumput didoktrin tulus. Elit berpedoman pada akal bulus. 


Kini saya berada di tengah pusaran gelombang rakyat. Saya memegang prinsip, jangan mau memanen hasil tanaman yang ditanam orang lain. Jangan sampai menjadi pengantin, lalu akar rumput yang sibuk menyiapkan segala pernak-pernik. Di malam hari menikmati belah duren. Sedangkan akar rumput, hanya dibuai mimpi agar kelalen (lupa). 


Falsafah gelombang yang kita tiup, bukan gelombang yang ada di dalam gelas atau akuarium. Tapi gelombang peradaban yang titik awalnya: dari visi narasi yang terpatri. Sebab sehebat apapun narasi, tanpa dukungan mentalitas SDM mumpuni, gelombang rakyat itu hanya indah di spanduk-spanduk. (Bd20)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pusaran Gelombang
DomaiNesia

Trending Now