Polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) akhirnya berakhir dengan resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) hari ini.
Pemerintah mengatakan UU Ciptaker menguntungkan bagi pekerja, namun tidak disebutkan pekerja yang mana yang diuntungkan. Apakah mereka pekerja pribumi yang kini mulai menjadi budak di negerinya sendiri atau mereka para pekerja asing dan aseng yang akan diuntungkan.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengklaim bahwa UU Ciptaker membuat para tenaga kerja akan banyak terbantu.
Airlangga berharap bahwa disahkannya UU Ciptaker bisa meningkatkan produktivitas para pekerja. Mungkin maksudnya meningkatkan produktifitas dalam bekerja namun gaji mereka tidak produktif, bahkan cendrung dieksploitasi.
Politisi Golkar itu menyebutkan bahwa dalam UU Ciptaker, telah diatur mengenai bonus yang akan diterima para buruh juga telah diatur jam lembur mereka.
"Dalam UU tersebut sudah diatur bonus yang diterima buruh berbasis kinerja. Jumlah maksimal jam lembur juga ditambah dari tiga jam menjadi empat jam per hari. Ini tentunya menjadikan buruh lebih produktif," kata Menko Airlangga di Gedung DPR RI, Senin (5/10/20).
Airlangga menegaskan bahwa dalam UU Ciptaker itu, mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja akan dibantu pemerintah.
Mereka para karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan mendapatkan bantuan berupa berbagai pelatihan kerja. Selain itu, jika para pekerja tersebut belum mendapatkan pekerjaan, maka pemerintah akan memberikan bantuan uang tunai (BUT) yang akan dibayarkan selama enam bulan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
"Melaui UU Cipta Kerja, pemerintah hadir untuk membantu para karyawan yang di-PHK. Kalau belum dapat kerja, mereka akan dapat bantuan berupa gaji dari BPJS Ketenagakerjaan, formatnya adalah asuransi," tutur Airlangga.
Airlangga menambahkan bahwa selama ini, belum pernah ada kepastian jaminan terhadap tenaga kerja yang terkena PHK. Sehingga, diperlukan adanya jaminan tunjangan melalui UU Ciptaker.
"Ini yang belum pernah terjadi. Sebelumnya hanya ada jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua. Siapa yang menjamin apabila terjadi PHK?," tambah Airlangga.
Airlangga menuduh adanya sekolompok organisasi buruh yang berpandangan negative terhadap UU Ciptaker.
Ia menyayangkan sekelompok buruh tersebut menanggapi perubahan aturan ketenagakerjaan pada UU Cipta Kerja dengan pandangan negative dan narasi-narasi yang tidak tepat.
Menurut Airlangga, akan jauh lebih baik bila para buruh maupun perusahaan dapat melihat manfaat dari disahkannya UU Ciptaker, dan manfaat itu ialah produktivitas kinerja yang bertambah.
"Pekerja harus memikirkan produktivitas, bukan memikirkan PHK, itu tidak tepat. Jadi selama perusahaan ini positif membawa keuntungan, pekerja juga akan lebih berpikir mengenai upah. Baik Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/ Kota," pungkas Airlagga.
Di sisi lain, Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih, mengutarakan kekecewaannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah mengkhianati rakyat dengan mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
"Pasti kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin nangis, ini kekecewaan yang luar biasa buat buruh dan pekerja yang masih bekerja di pabrik," kata Jumisih, Senin (5/10/20).
Jumisih menilai bahwa dengan disahkannya UU Cipta Kerja, semakin menunjukan bahwa sebetulnya pemerintah dan DPR sangat arogan dan tidak berpihak kepada rakyat. Mereka justru berpihak kepada pihak korporasi dan pemilik modal.
"Mereka yang punya uang punya kuasa, jadi sebagai negara yang punya cita-cita tetapi secara hukum tidak mendapatkan itu dengan diberlakukannya omnibus law," ujar Jumisih kesal.
Jumisih menyebut bahwa DPR betul-betul telah kehilangan nurani, tidak mendengarkan aspirasi dari rakyat yang setiap menit melakukan upaya untuk menggunakan ruang demokrasi dalam rangka menyampaikan aspirasi.
"Tetapi betul-betul mengecewakan," tegas Jumisih singkat.
Dalam pandangannya, hadirnya UU Cipta Kerja akan sangat mengerikan bagi para pekerja. Sebab, UU tersebut akan memberikan ruang yang sangat panjang untuk mengeksploitasi rakyat dan alam.
"Jadi sebetulnya pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan generasi akan datang. Jadi pemerintah mewariskan bukan kebaikan tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per har ini," tandas Jumisih. (sbr/bd20)