Jakarta, -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mencatat rupiah melemah sebesar 6,7 persen atas dolar Amerika Serikat (AS) hingga 24 September. Kendati demikian, dia pede jika kinerja rupiah masih oke selama pandemi global Corona berlangsung.
"Rupiah melemah sebesar 6,7 persen sampai 24 September dari awal tahun. Namun, Rupiah lebih stabil dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Thailand, Brasil, Turki, dan Afrika Selatan," ujar dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI terkait Laporan Semester I Kinerja Bank Indonesia, di Komplek Parlemen, Senin (28/9/2020).
Menurut Perry, pelemahan nilai tukar mata uang garuda itu diakibatkan oleh kepanikan pelaku pasar keuangan global atas pandemi Corona. Bahkan, pada 23 Maret lalu Rupiah melemah sebesar 16,24 persen ke level Rp 16.575 per USD.
Merespon kondisi buruk itu, BI segera melakukan intervensi melalui berbagai kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.Diantaranya melakukan intervensi di pasar spot, pemberlakuan Domestic Non Delivery Forward (DNDF), hingga pembelian SBN dari pasar sekunder khususnya pada periode capital outflows.
"Setelah itu, perkembangan membaik seiring dengan meredanya ketidakpastian global ini. Kemudian selang sehari (24 Maret 2020) Rupiah menguat ke level Rp14.890 per USD," paparnya
Tak hanya itu, aliran modal asing portofolio ke SBN kembali masuk atau mengalami tren positif. Tercatat sejak 14 April-24 September 2020, modal asing yang masuk ke SBN mencapai Rp 20 triliun.
Oleh karena itu, dia memastikan BI terus melanjutkan berbagai kebijakan stabilisasi dan memperkuat peran bank sentral sebagai stand by buyer surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder. "Bagaimana pun juga ketidakpastian masih berlanjut, dan kami terus jaga stabilisasi nilai tukar rupiah kita," tutupnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan awal pekan ini. Rupiah tertekan mendekati 15.000 per dolar AS.
Mengutip dalam laman online liputan6.com, Senin (28/9/2020), rupiah dibuka di angka 14.875 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.872 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah tertekan ke 14.904 per dolar AS.
Sejak pagi hingga pukul 10.10 WIB, rupiah bergerak di kisaran 14.875 per dolar AS hingga 14.905 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,49 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.959 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.951 per dolar AS.
Meski dibuka melemh, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin masih berpeluang menguat seiring positifnya data ekonomi China.
"Sentimen positif terlihat dalam pergerakan aset berisiko di pasar Asia pagi ini dengan indeks saham Asia mengalami penguatan dan nilai tukar regional juga menguat terhadap dolar AS," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Senin (28/9/2020).
Sentimen positif didorong oleh data dari China yang dirilis pada Minggu (27/9/2020). Data profit industri China mengalami pertumbuhan 19,1 persen pada Agustus.
Industri China tercatat selalu mengalami pertumbuhan profit sejak Mei setelah pandemi berakhir di Negeri Tirai Bambu, yang menunjukkan pemulihan ekonomi di negara tersebut.
"Hari ini, rupiah bisa ikut terdorong menguat mengikuti sentimen positif ini," ujar Ariston.
Di sisi lain, lanjutnya, pasar masih mewaspadai perkembangan pandemi yang masih terus meningkat, yang bisa mendorong pemerintah untuk menerapkan lockdown kembali sehingga bisa memperlambat pemulihan ekonomi dan menekan kembali aset berisiko.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah bergerak di kisaran Rp14.750 per dolar AS hingga Rp14.850 per dolar AS.
Pada Jumat (25/9/2020), rupiah ditutup menguat 17 poin atau 0,12 persen menjadi Rp14.873 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.890 per dolar AS. [liputan6.com]