Nyarink, -- Sepanjang sejarah, faktor penghambat berfikir kritis di kampus dan sekolah ialah feodalisme.
Begitu yang disampaikan oleh filsuf UI, Rocky Gerung di acara diskusi virtual bertajuk ‘Higher Order Thinking Skills Dalam Pembelajaran Sosiologi Antropoligi’ yang diselenggarakan Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Indonesia (APPSANTI).
Menurut Rocky Gerung, kampus atau sekolah merupakan panggung bagi siapa pun yang punya dalil.
“Kampus jangan menyusu pada kapitalisme, apalagi menyusu pada kekuasaan. Akibatnya menghilangkan independensi kampus, hilang sikap kritis. Semua yang punya dalil mesti diberi ruang merdeka oleh kampus,” ujar Rocky Gerung di acara yang dipandu oleh Ketua APPSANTI, Ubedilah Badrun, Jumat (18/9).
Bahkan kata Rocky, faktor feodalisme yang menjadi penghambat berfikir kritis tidak boleh dipelihara oleh kampus.
“Faktor penghambat berfikir kritis di kampus, di sekolah maupun sepanjang sejarah sejak sebelum abad 17 adalah faktor feodalisme. Feodalisme membelenggu kemerdekaan berfikir. Karenanya kampus jangan memelihara feodalisme,” tegas Rocky Gerung.
Sebaliknya, kampus atau sekolah mestinya menjadi tempat tumbuh suburnya rasionalitas, sikap-sikap kritis dan analitik yang mesti dibiasakan.
“Kampus atau sekolah mestinya menjadi tempat tegur-menegur pikiran. Kejujuran menegur teman berfikir akan menghasilkan pikiran-pikiran baru. Ide-ide baru, inovasi baru. Mengkritik itu mengkritik pikiran, bukan menilai individu secara subyektif,” jelas Rocky.
Bahkan tambah Rocky, cara berfikir kritis juga semestinya sudah ditanamkan sejak sekolah menengah tingkat pertama seperti yang dilakukan di Prancis.
“Mengajarkan berfikir kritis di sekolah itu mesti punya alat dan alatnya adalah metodologi, bukan ideologi. Ini penting agar sikap kritis itu didasari argumen-argumen, bukan kebencian ideologis yang subyektif,” pungkas Rocky.[rmol]