NYARINK.COM, -- Aplikasi pencari kencan seperti Tinder sekilas tidak terlihat mengancam. Swipe ke kiri kalau tak cocok, dan swipe ke kanan kalau merasa cocok. Namun, di balik aplikasi semacam ini ternyata menyimpan ancaman keamanan siber.
Ada beberapa aspek yang bisa menjadi ancaman bagi keamanan penggunanya. Pertama adalah privasi data pengguna.
Hal ini pernah terjadi pada awal 2020, di mana ada 70 ribu foto perempuan pengguna Tinder disebar di forum kejahatan siber. Hal ini tentulah merugikan pengguna, baik dalam hal pelanggaran privasi maupun ancaman kejahatan yang bisa datang setelahnya.
Dikutip dari Fox Business, Aaron DeVera, peneliti di Cybersecurity White Ops mengatakan telah menemukan hampir 16 ribu foto pengguna Tinder di website yang biasa dikenal sebagai trading malware.
"Data seperti ini biasanya menarik para penipu, digunakan sebagai koleksi akun palsu untuk meyakinkan korban di platform lain," ujar DeVera
"Stalker biasanya pakai cara yang lebih tertarget, dalam upaya untuk menambah koleksi data yang digunakan secara individu," sambungnya.
Devera mengatakan kepada Gizmodo bahwa foto-foto tersebut itu dikaitkan dengan file teks yang berisi sekitar 16.000 ID pengguna Tinder. Untuk sementara, mengubah kata sandi akun dapat menjadi langkah awal untuk melindungi privasi pengguna Tinder.
Lebih lanjut, belum diketahui secara pasti apakah Tinder akan menginformasikan pengguna yang terkena kejahatan siber ini.
Jadi pintu masuk malware
Aplikasi semacam Tinder bisa jadi pintu masuk malware yang bisa mengancam keamanan negara. Ya, ini adalah hal yang mungkin terjadi, atau tepatnya sudah pernah terjadi sebelumnya.
Ada malware kiriman dari sel militan Hamas dari Palestina yang sukses menyusup ke sejumlah ponsel milik tentara Israel Defence Forces (IDF). Malware ini menyusup lewat aplikasi pencari kencan untuk ponsel Android.
Aplikasi tersebut bisa menyusup ke Google Play Store versi Israel, dan bisa mencuri data dan informasi penting dari ponsel korbannya. Seperti mengakses lokasi, menyalin kontak, data, foto, dan juga mengakses kamera serta mikrofon.
Setidaknya ada sekitar 100 tentara, pria maupun wanita, mengunduh aplikasi tersebut dan tertipu oleh militan Hamas yang menyamar sebagai pria ataupun wanita dengan foto yang menarik.
Untungnya, menurut IDF, infeksi malware tersebut sudah mereka sadari sebelum ada dampak berat. IDF sendiri menamai operasi melawan malware itu sebagai 'Operation Broken Heart'.
Aksi kejahatan dengan menggunakan media sosial ini sering disebut sebagai 'honey trap'. Yaitu memanfaatkan profil media sosial yang memakai foto yang lawan jenis yang menarik -- pria tampan atau wanita cantik -- yang dipakai untuk mendekati korbannya, dan kemudian dibujuk untuk mengunduh aplikasi berisi malware. [inet.detik]